Saya tidak mencontek dan memberi contekan
- nisalogana
- Jun 20, 2017
- 4 min read

Ada kejadian lucu dan seru hari ini. Awalnya karena baca artikel anak murid yang mukul gurunya karena dia ga lulus. Kemudian salah satu teman saya menyindir "siswa2 jaman sekarang" yang katanya "menyuap", "merasa dibutuhkan", dan mengatakan guru2 sekarang "tidak berdaya". Intinya tidak seperti jamannya mereka, di mana guru sangat ditakuti dan tidak diberi sanksi apapun kalau bermain tangan ke murid sebagai hukuman.
Kemudian saya menanggapi. Menurut saya guru2 pada jaman saya pun di akhir tahun seperti "mengemis" ke siswa dengan "menghalalkan segala cara supaya akreditasi sekolah tetap baik". Tidak sedikit juga guru yang mengatakan ke kami (para murid) untuk mengupayakan segala cara agar lulus 100% dan menciptakan citra baik sekolah, bukan mengunggulkan "yang berusaha dan bekerja keraslah yang mendapat penghargaan" melainkan "ayo gotong royong dan saya rela membantu dengan segala cara demi nama baik sekolah". Menurut saya cara itulah yang membuat murid2 menjadi smaunya sendiri. Karena mereka akan mudah mengancam dengan embel2 "ati2 lho kalo saya laporin, citra sekolah ini menjadi jelek" dan akhirnya jadi manja dan egois seperti yang banyak diberitakan.
Lalu saya menceritakan pengalaman saya pada saat ujian akhir sekolah dasar, setelah ujian bahasa indonesia saya dimarahi oleh guru saya. Bukan karena saya nilainya jelek atau berbuat onar, melainkan karena saya diam saja saat dipanggil teman saya untuk meminta jawaban. Kemudian saya lekas mengumpulkan saat telah selesai mengerjakan dan tidak "membantu" teman2 saya. Saya dimarahi karena "pelit".
Pada awalnya teman2 saya heran dengan guru saya.
Kemudian saya katakan, "saya tidak pernah mencontek dan memberikan contekan". Dan anehnya mereka malah memandang sinis kepada saya. Dan kesan yang mereka berikan adalah "dih sombong banget", "gw aja yang lebih pinter dari lo ga separah itu". Terus saya merasa... Kok lucu ya? Didikan orang tua saya salah atau gimana? Haha
Kemudian saya menjelaskan, memang dari dulu Bapak mengajari saya untuk menjawab sesuai dengan yang dipelajari. Tidak boleh mencontek apalagi memberi contekan.
Alasan yang beliau kasih sangat bagus untuk anak seusia saya waktu itu (7 - 8 tahun).
"Kalau kamu nyontek temen kamu, terus nilai kamu lebih tinggi? Kamu mau keilangan teman? Kamu mau dimusuhin sama temen kamu?"
"Kalau kamu nyontek temen kamu, terus nilai kamu lebih rendah? Apa kamu ga sakit hati? Udah nyontek kok tetep kecil nilainya?"
"Kalau kamu nyontek temen kamu terus nilainya sama dan gurunya tau, apa kamu siap ditanya sama guru di depan kelas dan siap dipermalukan hanya karena nyontek?"
Bapak itu orang yang ga pernah mau tau saya rangking berapa dan nilainya berapa, yang Bapak pedulikan adalah saya ngerti apa yang dipelajari dan jujur dalam menjawab (beda dengan Ibu yang mengutamakan rangking dan nilai).
Kemudian suatu hari saya negosiasi dengan Bapak.
Saya : Pak kalo aku ga nyontek tapi aku ngasih contekan boleh ga?
Bapak : Wah sejak kapan anak Bapak jadi orang yang sombong?
Saya : Kenapa sombong?
Bapak : Orang yang ngasih contekan itu berarti dia merasa jawaban dia paling benar. Kalo ternyata salah? Terus contekan itu tersebar ke satu kelas dan semua ga lulus? Kamu mau tanggung jawab?
Saya : yaudah kalo gitu aku kasih contekan yang udah pasti bener gimana Pak?
Bapak : Jangan jadi orang sombong Ca. Kalo memang benar, kamu mau tanggung jawab kalo temen kamu lulus sekolah jadi tambah bodoh gara2 kamu? Apa kamu bisa tidur kalo udah tua nanti?
Jujur, pada saat itu saya ga ada perasaan "ih Bapak berlebihan banget" atau "Bapak ga asik", tapi pada saat itu saya ngerasa ih kok gw ngerasa paling pinter banget? Kok gw jadi yang diandelin? Emang gw siapa?
Tapi saya juga pernah coba2 ah nyontek ah, ah kasih contekan ah. Tapi bener kata Bapak, nilai saya lebih kecil dibanding yang saya kasih contekan dan rangkingnya dia di atas saya terus akhirnya kita musuhan padahal tadinya ga ada masalah apa2.
Terus ya namanya juga orang, dibully "pelit contekan" dan "ga asik" atau "sok suci" itu bisa ngehasut juga loh haha akhirnya coba2 lagi eh malah ada temen yang nyontek terus kertas jawabannya dirobek dan mereka harus ga lulus setahun. Coba2 lagi dan pasti adaaaaaaaaaa aja kejadiannya.
Emang doa Bapak manjur banget, ya saya sebagai anaknya ya tidak boleh mencontek atau memberikan contekan. Tapi jika kalian merasa "ah cica pernah kok kasih contekan ke gw".
Mungkin itu sedang tahap coba2 atau saya yakin jawaban saya SALAH. Hahahaha
Itu semata2 biar temen2 saya kapok minta contekan sama saya, karena nolak buat ga ngasih contekan itu berat banget loh.
Dan ternyata sampai tadi pun saya masih dikira seperti itu. Saya si pelit, sok suci, dan sombong karena tidak mau memberikan contekan dan menyontek.
Tapi kalo menurut saya menyontek itu salah. Coba liat tulisan dik Afi ketauan mencontek (plagiat) aja orang2 langsung riuh rendah membully.
Berarti mencontek salah kan?
Kemudian, kenapa saya yang menyatakan tidak pernah mencontek dan memberikan contekan dianggap salah?
Apa karena itu hal kecil? Nilai tidak berarti apa2? Yang penting pada saat bekerja?
Kalau udah kebiasaan mencontek, pada saat bekerja mencontek karya orang lain. Atau mungkin "pas kerja mah beda". Yaa silahkan saja. Ini bukan masalah dosa kok, kita semua tau mencontek itu dosa. Tapi kan ga benjol, jadi ya nikmat2 aja bukan? Haha
Ada yang bilang mencontek jaman2 sekolah itu biar ada ceritanya, masa sekolah baik2 aja ga ada nakalnya? Boleh2 aja.
Tapi sesuatu yang salah kemudian dilakukan berkali2, akhirnya dianggap sepele dan merasa benar2 saja.
Jangan sampai prinsip "mencontek sah2 saja" menjadi "korupsi sah2 saja".
Apakah berlebihan? Yuk liat negri ini. Kenapa koruptornya banyak? Mungkin karena orang2 di sini memakai prinsip "sering dilakukan = sah sah saja"
Tanya lagi.. Tanya kenapa..
Comentários