Don't Hate What You Don't Understand
- Nisa Logana Miranti
- Aug 20, 2016
- 5 min read

Practically, itu yang saya selalu katakan ke orang - orang kalau mereka memulai hari mereka dengan mencaci atau berkata sesuatu yang buruk akan sesuatu. Baik itu ngomongin makhluk hidup sampai ke hal - hal paling sensitif seperti agama. Saya ga bisa pungkiri, banyak dari temen - temen saya yang sering mendiskreditkan agama - agama lain. Walaupun saat saya melarangnya untuk berbuat seperti itu dengan alasan "tidak etis", mereka selalu beralasan "memang begitu kok, orang mereka aja menjelek jelekkan agama saya" atau "kan sudah ada ajarannya kalau mereka memang seperti itu".
Betul atau tidak, saya tidak begitu peduli, yang saya pedulikan adalah humanity. Bagaimana jika kalian ada di posisi mereka. Kalian beruntung karena dilahirkan di agama tertentu dan menjadi yang mendiskreditkan mereka. Kalau kalian yang didiskreditkan? Pasti kalian marah kan? Saya yakin di semua ajaran agama tidak ada yang menyuruh kalian mendiskreditkan agama lain atau kepercayaan lain dan mengejek apa yang mereka sembah. Karena perbuatan tersebut sangatlah tidak berTuhan, menurut saya. Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Toh yang nentuin dia salah atau tidak itu Tuhan, jangan kerjakan pekerjaan yang bukan jobdesc kamu.
Buat yang seneng bergunjing ini itu, coba selidiki dulu aja. Jangan tiba - tiba, ih sebel banget sama si A gara - gara dia ngerebut si C dari si B. Emang iya? Emangnya udah liat sendiri? Udah nanya sendiri ke orangnya? Jangan sampe kamu denger dari satu pihak aja dan memutuskan untuk membenci.
Dan I am really really regret I didn't do this thing recently. Akhir - akhir ini saya entah kenapa lebih judgmental. Mungkin bawaan hormon juga kali yah, selalu nyalahin datang bulan. haha Girls. Anyway, dilihat dari post saya kemarin di akhir - akhir paragraf masalah kelompok remaja masa kini itu adalah tulisan saya yang paling rendah datanya. Semua yang ada di akun komedi saya telen mentah - mentah. Semua yang ada di timeline Line galau galau saya telen mentah - mentah. Worst case ever. haha
Saya sangat amat salah sih memberikan pendapat dari pendapat orang lain. Sama aja kayak ibu - ibu kompleks yang ngegosipin salah satu tetangganya dari berita yang didenger di kompleks, bukan dari si tetangga yang bersangkutan. Karena terkadang si informan ini yang bikin sesat. Ceritanya cuman si A ngambil jemuran yang jatoh, bisa nyampe ke telinga si B jadi si A ngambil jemuran yang jatoh sambil goyang itik, nyampe ke telinga si C jadi si A ngambil jemuran yang jatoh sambil goyang itik terus ngegodain pak RT. hahaha Ya gitu lah.
Nah, saya baru aja ngerasa bodooh banget udah ga bijak menggunakan sosial media. Tapi ini warning juga buat kalian yang kena wave sosial media. Seperti di post sebelumnya saya bilang kelompok remaja itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu kelompok dugem, kelompok nikah muda, dan kelompok pecundang. Harusnya ada 4, satu lagi kelompok provokator. Bedanya dengan pecundang? Ya beda - beda dikit sih, kalo pecundang cuma bisa mengomentari, kalo provokator itu menghasut. Pernah liat meme ini?

Ya ini salah satu meme provokator sih. Mulai dari sini semua post tentang wave nikah muda jadi banyak. Ada artikel yang bilang cewek itu harus dipersunting secepatnya lah, bilang kalo si cowok ini sangat berani untuk menghalalkan orang yang dia suka supaya ga terjadi fitnah lah, dll. Tapi yang kontra pun ga sedikit. Banyak juga post yang bilang cewek harusnya lebih bisa mandiri, cewek harusnya ga berpangku tangan cuma nunggu dipersunting, dan ada juga post yang bilang kalo anak - anak ini nikah karena nafsu semata. Intinya sih ini viral.
Padahal kasusnya simpel. Ada anak umur 17 tahun nikah. Udah kan? Tapi saya juga korban provokasi sih, walaupun post saya kemarin terlihat tidak begitu peduli dan netral, deep down inside I feel there's something wrong with these couple moreover their parents. Orang tua macam apa yang ngijinin anaknya yang baru lulus SMA nikah? Ya banyak sih. hahaha Di pedesaan kebanyakan, tapi ini kan mereka udah kenal pendidikan dan ini itu segala macemnya.
Segala tuduhan muncul di kepala. Kolot lah, nafsu doang lah, haduh pokoknya semua yang ga bener deh. Sampai pada suatu ketika yang saya pikirin adalah, ini beneran maunya dia apa mau orang tuanya ya? Terus ngeliat banyak banget pendukungnya dan artikel yang berbalut agama makin gempar sana sini untuk mengajak semua orang nikah muda itu membuat saya resah jujur saja. Dan yang sempat saya keluarkan dari mulut adalah,"yaudahlah lo mau nikah umur berapa aja, it's your choice. Tapi jangan bikin wave kayak gini dan ngajak semua remaja nikah sedini mungkin." Kata - kata itu keluar karena ada data kalo perceraian di Indonesia semakin bertambah dan rata - rata umur pasangan di bawah 25 tahun ditambah permasalahannya adalah ekonomi. Saya ngerasa di mana negara - negara lain keresahannya adalah gimana caranya supaya bumi tetap bisa ditinggali dan gimana mempertahankan ras manusia sampe ngadain research di Mars buat jadi planet cadangan, sementara kita di sini keresahannya masih seputar ekonomi dan dikarenakan ulah sendiri yaitu menikah dengan nafsu bukan dengan otak.
Terus, pada suatu malam juga saya lagi ngeliat timeline ask.fm. Saya kebetulan followers Erlangga Greschinov, dan ngeliat salah satu post yang dia love.

Kemudian, saya tertegun melihat answer ini. Ini answeran siapa? Pas ditelusuri, lah ini answeran yang nikah muda itu. Haha pada saat itu saya bahkan ga tau namanya dia siapa tapi saya udah berprasangka buruk telah membawa wave buruk ke remaja Indonesia.
Oiya kenapa saya sangat ingin tahu ini answeran siapa, sebenarnya saya ingin memperkaya timeline media sosial saya dengan wave satu frekuensi dengan saya. Erlangga Greschinov salah satunya. Saya sangat teramat suka dengan answeran dia, karena semua based on data dan dari dia saya jadi belajar banyak tentang Mahzab, tafsir, dan toleransi. Asli si Gres ini sangat amat mengusung tinggi menghargai perbedaan pendapat. Walaupun kadang - kadang agak sarkas ya answerannya (ya gimana ga sarkas, wong yang nanya dari kelompok provokator) tapi semua logis dan based on data. Dia ga mempermasalahkan si ini Islamnya begini, si itu Islamnya begitu, si ini atheis, si ini agnostik dll. As long as they good in humanity, let's be friends. Dan gw sangat teramat seneng kalo dia ngelove answeran orang yang mempunyai frekuensi yang sama pula. Jadi kadang saya telusuri dan saya follow, biar saya ngerasa saya punya temen. Karena di facebook sebersih apapun saya ngeblock orang - orang yang tidak satu frekuensi, akan ada orang baru yang berada di frekuensi tersebut. haha
Back to topic, ya jadi yang menulis itu adalah Muhammad Alvin Faiz. And you know what, I was wrong about him. Bener - bener salah. Frekuensi kita sama. Walaupun ada beberapa yang pasti beda, tapi dia ga masalah dengan perbedaan itu. Sebenernya yang saya bilang frekuensi yang sama itu adalah menghargai perbedaan. Saya ga peduli seberapa fanatiknya kamu, seberapa jahatnya kamu, seberapa anehnya kamu, selama kamu ga menyudutkan opini - opini saya dan orang yang mempunyai opini yang berbeda maka kita satu frekuensi. Hal - hal yang mereka katakan akan saya cerna lagi dan mungkin bisa jadi ilmu baru, begitupun mereka. Namun jika dicerna tetap tidak sesuai ya sudah. Itu frekuensi saya. Dan saya sangat amat terkaget - kaget si pemuda yang nikah muda ini, yang sudah saya tuduh macem - macem memiliki frekuensi yang sama. Berikut answeran adik ini yang membuat saya sangat amat bersalah menuduh dia yang macem - macem haha
And this one, really made my day.

Barusan liat - liat lagi, dan saya ngerasa bahagia ada remaja umur 17 disamping kepopularitasannya yang menikah di umurnya yang belia ini, dia bisa dengan sangat wise menghadapi permasalahan kayak gini.

Intinya sih, balik lagi ke judul awal. Don't hate what you don't understand. Cari lah data pendukung sebanyak - banyaknya, jangan membuat hipotesa kamu langsung jadi kesimpulan. Tapi apakah dengan ini saya bilang kalau saya pro dengan nikah muda? Tetep di opini awal sih, saya ga peduli orang - orang pada nikah umur berapa, asalkan anak yang nanti mereka punya diberikan yang terbaik dari segala hal jangan diurus dengan "seadanya".
Commenti